Kenali Bakat Anak Sejak Dini
Oleh: Drs.H. Kalis Purwanto, M.M.
A.Pendahuluan Anak adalah buah hati belahan jantung penerus cerita penyambung sejarah. Anak adalah buah semangka yang selalu bertanya pantas tidaknya kita sebagai pohonnya. Anaklah pangkal alasan pergi pagi pulang petang peras keringat banting tulang. Masih banyak lagi syair syahdu yang menggambarkan betapa berharganya anak di mata orang tua. Kehadiran anak adalah peristiwa yang sangat istimewa dan mengagumkan. Kini saat yang tepat bagi kita sebagai orang tua untuk mengagumi sekaligus mensyukuri ciptaan terbesar dari Tuhan YME berupa “yunior-yunior” kita itu. Dari sisi pandang masa depan, anak paling kurang memiliki tiga makna strategis. Makna alamiah, makna citra keluarga dan makna sosial. Makna alamiah yakni fungsi anak sebagai penerus generasi makluk apapun, makna citra berarti identitas sekaligus kebanggaan dan makna sosial lebih pada konteks masa depan masyarakat. Ketiga makna sekaligus ‘predikat fungsi’ tersebut tidak berdiri sendiri melainkan sebuah rangkaian yang melahirkan budaya serta peradaban sesuai dengan yang diinginkannya. Kekokohan sebuah generasi dan peradaban yang dimiliki amat ditentukan oleh nilai-nilai yang membangunnya. Sistem sosial yang cenderung bersifat mekanik; termasuk hukum, politik, sosial budaya dianggap sebagai faktor penting. Sebenarnya ada yang lebih penting dari itu semua. Mungkin lebih tepat dikatakan paling dasar dan menentukan, yakni pandangan hidup. Pandangan hidup berasal dari keyakinan dan keyakinan bersumber pada kecerdasan bawaan. Kecerdasan bawaan adalah ‘paket ilahiyah’ yang keberadaannya hanya pas bila disyukuri. B. Perdebatan Bakat dan Minat Perdebatan mengenai bakat dan minat telah lama berlangsung. Dalam proses pembelajaran dikenal antara ‘dasar’ dan ‘ajar’. Dasar mengacu pada bakat bawaan sedang ajar lebih mendasarkan pada konstruksi sosial. Para ahli terbelah menjadi dua. Sebagian ahli meyakini bahwa ‘dasarlah’ yang menentukan kesuksesan, sebagian ahli yang lain berpendapat ‘ajarlah’ yang dominan. Kedua pandangan memberikan alasan yang sama-sama logis. Rupanya realita di lapangan sering berjalan dengan logikanya sendiri. Beruntunglah muncul teori penengah yang kita kenal dengan tabularasa. ‘Dasar’ memberikan andil sedang ‘ajar’ menyempurnakan. Artinya tidak saling meniadakan melainkan harus saling melengkapi. Demikian pula antara bakat dan minat. Apakah David Beckham, Barack Obama, Tiger Wood, Oprah Wimfrey, Basuki Abdullah, Rano Karno, Tantowi Yahya, Dedi Miswar, Hanung Bramantyo dll…itu sukses karena bakatnya? Ataukah mereka berminat kuat sehingga memunculkan energy dan semangat serta ikhtiar sempurna hingga sukses? Tentu jawabnya bukan A atau B seperti kuis “Siapa Berani”. Berbagai kalangan dan para ahli bekerja keras mencari jawaban. Tidak kurang puluhan batasan dan difinisi dari keduanya diutarakan tetapi ujung dari penelusuran itu masih misteri. Akhirnya kembali pada rumusan sederhana alias”bodhon” bergantung pada sikon serta faktor yang paling dominan saat itu. Kenapa Mesti Berdebat? Agar tidak melulu tegang saya ingin mengendorkan syaraf dengan cerita berikut; Anda pasti mengenal Ayam Goreng Suharti. Bermula dari asongan di sudut kota Yogya kini telah berubah menjadi restoran yang tersebar di kota-kota besar tanah air. Kelewat”PD” ia menjadikan namanya mewakili brand produknya. Hasilnya luar biasa. Pada satu kesempatan kunjungan ke rumah saya, secara iseng saya tanyakan apa kunci suksesnya. Sekenanya ia jawab “ Wis soko kanane kok Mas” sambil jari tangannya menunjuk ke atas. Sepintas saya berpikir bahwa dia tidak ingin berbagi pengalaman. Ternyata dugaan saya salah. Ia cerita panjang lebar hingga saya lupa menyadari bahwa salah satu kebahagiaan orang sukses kalau ditanya apa kunci suksesnya. Ia dengan bangga menceritakan bahwa tidak pernah sekolah. Hingga hari ini tetap sebagai penyandang nir-aksara. Aneh tapi begitu realitanya. Menurut teori sulit dijelaskan, tapi hidup dan kehidupan ini kadang punya teori sendiri dan tak perlu penjelasan. Orang sukses ngomong apa saja menarik termasuk paradoks keniraksaraannya itu. Sampai akhir penjelasannya tidak ada yang istimewa, bahkan terkesan sangat biasa. Tidak ada kiat yang ‘nendang’ , ‘socking’ , ‘smart’ dan semacamnya. Saya jadi teringat teman yang menyebut ada istilah ‘sinergi tangan’. Teman lain ada yang menamai sebagai ‘tangan dingin’. Hasil capaian yang luar biasa dari cara kerja yang hanya biasa-biasa saja. Tentunya itu pandangan luar dengan kacamata lahir. Padahal sesuatu terjadi adalah hasil perpaduan antara kekuatan lahir yang digerakkan oleh keikhlasan batin. Pada kesempatan lain akal sehat saya terusik olehnya. Datang agak tergopoh menemui saya di embarkasi menjelang keberangkatan haji. “Ini bawa buat bekal , tapi bukan untuk kamu” ujarnya dengan bahasa jawa ngoko sambil menyerahkan amplop coklat besar . Belum sempat saya tanya ia menghilang dan melakukan hal yang sama pada jamaah lain. Bungkusan amplop karton ukuran kuarto yang saya duga makanan ringan ternyata berisi segepok uang. Uang kertas berbagai pecahan (termasuk pecahan dg nilai tertinggi) hampir penuh dlm amplop. Saya duga tidak dihitung berapa nominalnya, terlihat dari ‘ruwetnya’ posisi uang. Bercampurnya pecahan kecil dan besar, tanpa ikatan, banyak yang terlipat bahkan ada yang tergulung-gulung membentuk bola sebesar kepalan tangan. Saya tidak tertarik untuk merapikan bahkan menghitungnya. Setiap ada peminta-minta saya kasih dengan tanpa pertimbangan nominal. Pikir saya yang terambil dengan gampang sajalah. Kegiatan aneh ini saya lakukan dengan entheng saja. Hari demi hari akhirnya habis terambil dan sayapun tak tahu berapa jumlah keseluruhan nominalnya. Hari-hari itu saya benar-benar “menghina” uang. Pada kondisi normal uang telah memperbudak saya waktu itu saya perlakukan seperti guntingan kertas saja. Tapi jangan salah, itu hanya berlaku untuk uang “anehnya Bu Suharti” itu. Tidak untuk uang living cost saya yang tetap saya perlakukan secara logis. Sampai saya pulang dan dia sempat ke rumah tidak ada konfirmasi apapun tentang uang itu. Dia tidak tanya saya pun tidak menyinggung apalagi melaporkan. Kejadian jenaka spiritual itu biarlah menjadi rahasia kami berdua. Kami meyakini itu adalah semacam kecerdasan bawaan dirinya, BAKAT spiritual. Bisa dirasakan tapi teramat sulit untuk mengungkapkan secara tepat. Begitu pula bakat dalam bentuk lain, saya meyakini bahwa tiap orang tidak sama. Betapa tidak, ada teman yang meniru persis perilaku seseorang yang sukses tapi nyatanya tidak bisa. Cara bicaranya, cara mengerjakan tugas, cara jalannya bahkan gaya serta kandungan doa yang dilantunkan pun sama, termasuk sampai memejam-mejamkan mata toh hasilnya tidak sama. Langkah bijak dan aman agar pencapaian hasil optimal tidak ada cara lain kecuali mengenali BAKAT lebih dadulu. Pendidikan bisa dicari, lingkungan bisa diciptakan namun BAKAT tidak bisa diubah melainkan dikembangkan. C. Mengapa mesti Kecerdasan Majemuk? Berpikir linier sudah banyak ditinggalkan orang. Tidak salah memang,namun sudah kurang pas. Kebanyakan balita deprogram orang tuanya secara linier. Mereka dimasukkan pada kelompok bermain, bersekolah SD, SMP, SMA, meneruskan kuliah dan berharap dapat kerja yang pantas. Sangat linier dan mekanis. Lebih mekanis lagi kebanyakan orang tua lebih menekankan penjaminan bahwa anaknya unggul secara akademis. Masih belum kita akui bahwa kenyataan di lapangan, warga masyarakat kita yang paling berhasil kebanyakan bukanlah orang yang mendapat nilai bagus di sekolahnya. Bukan saja di antara mereka hanya rata-rata secara akademis, menurut kajian malah menunjukkan hasil ‘menggelikan’. Sepertiga dari para professional sukses ternyata memiliki IQ yang rendah. Kurang bukti apalagi? Hidup dan kehidupan ini memang sudah didesain tidak linier. Betapa menjemukannya bila segalanya linier, sama,sependapat, dan urut kacang sepanjang waktu. Tidak ada dinamika dan tidak mencerdaskan. Pertanyaan besarnya, lantas apa yang bisa mengantarkan mereka berhasil dalam hidupnya? Serta bagaimana kita memberi jaminan (karena memang tidak bisa menjamin) agar mereka benar-benar siap menghadapi masa depan? Jawabnya tidak ada lain adalah kecerdasan majemuk. Kita memastikan anak-anak berkembang tingkat kecerdasannya di banyak bidang. Dr.Howard Gardner melalui Frames of Mind-nya menyebutkan bahwa terdapat delapan komponen dalam kecerdasan. Di samping kecerdasan logis-matematik, linguistik-verbal serta kecerdasan spasial-visual terdapat lima lagi komponen yang mendukung. Kelima unsur itu; kecerdasan kinestetik-jasmani, ritmik- musical, intrapersonal, dan interpersonal serta kecerdasan natural. Hingga saat ini belum ada ahli yang menemukan komponen kecerdasan majemuk lebih dari jumlah yang ditemukan Dr.Howard Gardner. Kalaupun ada yang lebih mutakhir dan bisa mengungkap lebih dari sepuluh atau dua puluh komponen kecerdasan pastilah akan lebih presisif. Kita sebagai orang tua yang bukan ahlinya disunahkan untuk mengikuti ahlinya. Semoga ada ahli dari negeri ini yang segera bisa memperbarui temuan Pak Gardner ini. D. Bagaimana Cara Memberdayakannya? 1.Kecerdasan Logis-Matematik Kecerdasan yang mencakup kemampuan meneliti pola-pola, kategori-kategori dan korelasi-korelasi dengan cara memanipulasi simbul-simbul dan mencobanya secara teratur dan terkendali. Kecerdasan ini menuntut kemampuan menangani bilangan dan perhitungan. Mencari hubungan matematika dan logika yang bermuara pada ketetapan hukum dasar. Hukum dasar bekerja bagaimana argumentasi disusun, bukti dan syarat dinyatakan dan kesimpulan dibuat. Anak yang dominan pada kecerdasan ini sudah tertarik dengan bilangan dan pola sejak usia dini. Mereka menikmati berhitung. Kesadaran dan konsep waktu amat tinggi. Kecenderungan belajar secara induktif dan deduktif menjadi acuan utama. Segala sesuatu akan dilogika. Dari logika akan timbul pemikiran ilmiah. Maka jika ada siswa yang masih sangat muda sudah hobi berpikir dengan format pola pantas ditengarahi dia menonjol di kecerdasan ini. Tentu dengan segenap kelebihan dan kekurangannya. Memberdayakan kecerdasan anak pada komponen ini; melatih mengambil putusan dengan deduktik-induktif, memfasilitasi percobaan, membiasakan menghitung, dan membuat simulasi yang relevan. Latihan rutin pengambilan putusan dan memperhitungkan untung rugi bisa dimulai sejak dini. Konsep positip dan negatip dalam hitung-hitungan yang selama ini sebagai aksioma bisa dijelaskan secara detail. Kita tidak akan mencetak mereka menjadi ahli matematika melainkan mendaratkan ilmu itu sebagai kebiasaan. Bagaimana memastikan bila mereka memiliki kecerdasan ini? Cari jawabnya di belakang! 2.Kecerdasan Linguistik Verbal Kecerdasan yang mencakup kemampuan untuk menyusun pikiran dengan jelas, mampu menggunakannya secara kompeten, terampil menuangkan dalam bentuk lisan, maupun tulisan. Tidak saja terampil dalam berbahasa, melainkan juga piawai dalam memberi semangat melalui diksi atau pilihan kata. Ketrampilan komunikasi verbal yang baik sangat membantu dalam mempelajari ilmu pengetahuan yang bisa jadi masuk dalam ranah kecerdasan lain. Memberdayakan kecerdasan ini; membiasakan diri membuat catatan, berani tampil saat berkesempatan, meningkatkan kemampuan mendengar aktif, dan kegiatan yang sesuai dengan komunikasi. Belum tentu anak yang banyak bicara tinggi KLV-nya, sebaliknya bisa jadi si pendiam malah punya potensi bawaan tinggi. Hal itu secara jelas akan terungkap di belakang! 3.Kecerdasan Intrapersonal Kecerdasan yang mencakup kemampuan memahami diri sendiri, tanggung jawab secara pribadi,emosi dan tujuan-tujuan hidup secara pribadi. Mereka cenderung pemikir yang tercermin pada apa yang mereka lakukan serta akurat dalam menilai diri sendiri. Keyakinan atas keputusannya melebihi logikanya. Sulit mempercayai sesuatu yang belum pasti kebenarannya. Ada kecenderungan pandai mengendalikan perasaannya dalam waktu yang relatif lama. Memberdayakan kecerdasan ini; memperbanyak latihan membuat target pribadi dan mengevaluasi secara periodik. Mebiasakan bermimpi hal-hal yang fantastis , siapa tahu akan jadi kenyataan. Kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan meng-upgrade kepercayaan diri sangat dianjurkan untuk orang-orang yang dominan di sini. Cara mengungkap kecerdasan ini? Lihat di belakang! 4.Kecerdasan Interpersonal Kecerdasan yang mencakup kemampuan memahami orang lain, memperhatikan tujuan orang lain,bekerja sama dengan orang lain serta menyemangati orang lain. Kecerdasan inilah yang memungkinkan membangun kedekatan, pengaruh, kepemimpinan, tenggang rasa serta pembentukan komitmen. Kurangnya kecerdasan interpersonal merupakan akar penyebab terjadinya penolakan perilaku secara sosial. Orang-orang yang kecerdasan interpersonalnya rendah cenderung egois, kurang peduli dan senang menyinggung perasaan orang. Kasus-kasus ekstrem bahkan menunjukkan tingkah laku anti-sosial dan menjurus kejahatan. Memberdayakan kecerdasan ini dengan cara memberikan ruang seluas-luasnya untuk berkomunikasi. Anak yang senang bergaul, berorganesasi sejak usia dini kemungkinan besar memiliki dominasi bakat interpersonal. Untuk melihat sejauh mana kepemilikan bakat interpersonal tunggu penjelasan di belakang! 5. Kecerdasan Kinestetik Jasmani Kecerdasan yang mencakup kemampuan menggunakan motorik kasar dan halus di bidang olah raga, seni tari dan kerajinan tangan. Termasuk di dalamnya ketrampilan mengekplorasi indra guna menyampaikan isi hatinya. Kecerdasan ini memungkinkan kita manusia membangun hubungan yang penting antara pikiran dengan tubuh. Pertumbuhan akan menentukan pembentukan perkembangan fisik sekaligus psikis. Secara teori tidak ada hubungan segnifikan antara bentuk fisik dengan kecerdasan kinestetiknya. Kondisi ideal terjadi bila seseorang mempunyai bakat kinestetik didukung oleh postur tubuh yang mendukung. Cara memberdayakan anak yang memiliki bakat kinestetik tidak ada cara lain kecuali memacu untuk bergerak dalam pengertian luas. Orang yang tidak bisa diam itulah salah satu tanda berbakat kinestetik. Semua tanda-tanda yang dirasakan merupakan petunjuk awal mengenai bakatnya tapi lebih pastinya tanyakan pada ahlinya. 6. Kecerdasan Visual-Ruang Kecerdasan yang mencakup kemampuan melihat dan membayangkan bentuk dari sebuah benda, rekayasa bentuk bangun, serta menemukan perbedaan antar bangun-bangun tersebut. Para arsitek yang jenial ditengarahi memiliki kecerdasan ini. Imajinasi kreatif muncul secara subur dalam diri orang yang benar-benar dominan KVR-nya. Mereka akan dengan mudah menggambar dalam dunia fantasinya serta memvisualkan dalam ujud gambar dua atau tiga dimensi secara cepat. Untuk mengembangkan kecerdasan ini bisa ditempuh dengan banyak cara yang intinya memberikan kebebasan anak untuk berimajinasi ruang seleluasa-leluasanya. Pada mereka pantang kita katakan jangan, itu tidak umum, dan kata-kata semacamnya yang mengendorkan semangat berkhayal tentang rekayasa ruang yang ingin mereka ciptakan. Bahkan Albert Einstein pernah menyebut bahwa imajinasi lebih penting dari ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan itu terbatas sedang imajinasi tidak terbatas. 7. Kecerdasan Musikal Kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan menikmati, menampilkan dan menciptakan gubahan serta aransemen lagu. Mereka memiliki kepekaan dalam menentukan nada, irama dan merespon dengan cepat elemen-elemen tersebut secara efektif. Cara mengembangkan anak-anak kita yang berbakat di bidang ini tentu menyediakan media, kesempatan dan mendorong terus untuk berlatih. Musik adalah bahasa universal.Kelembutan hati akan tampak pada musisi-musisi handal kata beberapa teman. Tidak jarang orang tua merasa terusik bahkan terganggu saat anak-anaknya bersenandung di rumah. Perlu diketahui bahwa mereka sedang berlatih dan mengasah bakat musikalnya. Perlu tahu lebih banyak? Lihat secaca cermat seberapa panjang grafik musikalnya dibanding bidang yang lain. 8. Kecerdasan Naturalis Kecerdasan yang menggambarkan kemampuan flora dan fauna serta ketertarikannya pada alam dan fenomena yang menyertainya. Kegemaran bercengkerama dengan alam; sungai, gunung, lembah dedaunan dan binatang merupakan indikasi bahwa mereka berbakat naturalis. Bagaimana mengembangkan anak-anak yang sejak dini sudah memiliki bakat ini adalah berempati saat dia menginginkan hal yang berhubungan dengan alam. Tidak kita sadari bahwa mereka punya dunianya sendiri. Musim penghujan bukan halangan untuk bercamping buat mereka. Mendaki gunung bukan bahayanya yang mereka pikirkan. Kesenangannya membawa binatang ke rumah mengalahkan rasa jengkel kita karena joroknya. Mungkin salah satu anak kita punya bakat itu? Telusuri bakatnya baru kita beri treatment yang tepat. E. Mengapa Orang tua Ikut Sekolah? Zaman sudah berubah. Orang tua ikut sekolah. Saat saya mencari sekolah SMA di Yogya, tidak ada campur tangan orang tua. Di samping karena kami berasal dari udik, waktu itu memang kurang lazim orang tua mendampingi anak cari sekolah. Beda dengan sekarang. Saat musim cari sekolah orang tua lebih sibuk daripada anaknya. Bahkan lebih stress…anaknya yang tenang-tenang dimarahi agar ikut stress. Dua kondisi kontras tahun 70-an dengan sekarang ini sama-sama punya alasan yang masuk akal. Orang tua saat itu melepas anak dengan maksud agar belajar dewasa, sedang kita sekarang mengawal anak karena saking tanggung awabnya. Jika dipikir-pikir ada hal yang sama sejak dahulu, sekarang atau bahkan yang akan datang tentang konsep orang tua mendidik anaknya. Secara kelakar tapi serius teman saya nyelethuk, “ hanya ada tiga kecemasan orang tua terhadap anaknya”. “Bodoh, Nakal dan Sakit-sakitan” tambahnya. Memang hanya tiga pikir saya, tapi itu telak sekali. Ketiganya itu tidak akan datang dengan intensitas yang sama kuatnya. Artinya tidak akan ada seorang anak yang bodoh sekali, sering sakit-sakitan dan sekaligus nakal. Tampaknya sifat negatip pun punya kuota. Karena ketiga sifat atau lebih tepat disebut kondisi negatip itu sangat “mengerikan” maka segala upaya dan antisipasi selalu kita siagakan. Sering teman-teman bersimulasi; bolehlah anak kita sakit asal tidak sakit-sakitan. Upaya dan ikhtiar kita tidak hanya mengobatkan tapi juga membersihkan rizki yang kita dapatkan. Bisa jadi anak kita bodoh, toh ada cara dan tempat untuk memintarkan. Yang paling mencemaskan justru; kalau dia sehat, termasuk pintar tapi nakal. Inilah biangnya ‘kepusingan’ orang tua. Nakalnya anak bodoh tidak begitu membahayakan, coba anak pintar secara akademis dan nakal; akan banyak mendatangkan ‘bencana’. Istilahnya untuk nakal pun butuh ilmu. Barang kali salah satu alasan mengapa orang tua sekarang sangat ‘protek’,’cerewet’, dan ‘perfect’ terhadap anaknya karena phobia ‘kepusingan’ tadi. Orang tua membeli rasa aman untuk dirinya atas perilaku anaknya. Mereka memastikan sekolah yang tepat, teman bermain yang tepat, sarana komunikasi yang sehat yang pada ujungnya dapat menjadi penerus orang tua dengan selamat. Begitulah yang terjadi dan berlangsung pada diri orang tua sekarang ini. Sedikit ‘pusing’ dan ribet tidak apalah demi anak. Tidak ada istilah sibuk buat anak. Tidak ada istilah mahal untuk anak. Semoga tepat gunalah upaya kita sebagai orang tua. F. Prestasi Puncak Anak Idaman orang tua terhadap anak ya hanya tiga. Tiga hal yang telak. Dengan tiga itu akan menghadirkan kesuksesan yang paripurna. Ketiganya; sehat, pintar dan taat. Jika sifat atau kondisi negatip tadi tidak saling melengkapi, ketiga sifat idaman ini justru saling menguatkan. Anak yang sehat jasmani rohaninya akan mudah menerima barang baru termasuk ilmu pengetahuan. Ketaatannya terhadap aturan baik agama, masyarakat maupun keluarga oleh seorang anak akan sangat dipengaruhi bagaimana pola asuh yang diterimanya. Untuk mensinkronkan kondisi optimal ketiga unsur positip itu tentu tiap orang tua punya cara yang berbeda. Strategi menyehatkan, memintarkan dan mentaatkan anak bisa dicari dari berbagai referensi. Fakta menunjukkan , dengan referensi yang sama bisa membuahkan hasil yang sangat berbeda. Keberhasilan didikan orang tua diyakini tidak hanya menyangkut teknik, montase dan langkah saja melainkan ada semacam quantum energi dari dalam. Erbe Sentanu menyebut quantum ikhlas. Itulah yang barangkali membedakan kenapa ada yang berhasil tapi ada yang tidak. Tingkat keikhlasannya yang berbeda. Sebagai referensi ringan bisa kita tengok pendapat Ken R. Canfield dengan 7 rahasianya dalam melejitkan keberhasilan anak. 1.Kenali anak Anda sebagaimana mengenali diri Anda sendiri. 2.Beri komitmen sejalan dengan tujuan yang akan Anda capai. 3.Jaga konsistensi dan konskuensi. Anda tidak hanya member tapi menjadi contoh. 4.Siaplah jadi pelindung yang bisa diandalkan 5.Kasihilah ibu mereka karena dialah sumber inspirasinya 6.Bersedialah mendengar aktif dari mereka 7.Siapkanlah ladang rohani buat menyemaikan benih amalnya G. Kesimpulan dan Kata Pelejit Pada akhirnya kita musti sepakat bahwa orang tua tidak bisa lepas tanggung jawab atas keberhasilan anak. Toh kalau sukses kita berebut siapa yang paling berperan, kalau gagal ya tidak terus cari kambing hitam. Anak-anak adalah duta keluarga. Mereka menduduki radidus kepercayaan paling dekat di benak kita. Kita berbicara dengannya tak ubahnya berbicara pada diri sendiri. Marah kepadanya juga sama halnya marah pada diri sendiri. Memberi sepenuh kekuatan dengan ikhlas sama artinya member diri sendiri. Belum terlambat, seputar kita banyak tempat bertanya. Tentang ilmu pengetahuan guru merekalah yang akan menjawab. Tentang memberi tanpa hitungan Ny Suhartilah pemilik ilmunya. Tentang kesehataanya dokter dan puskesmaslah alamatnya. Tentang ibadahnya kita sendirilah yang mencontohinya. Tentang bakat…tanyakan langsung pada biangnya; Mr. Eric Lim Choo Siang atau bisa juga Pak Teguh Sunaryo alias Mr. Teck Soon Lee; 085 643 383838. SEMOGA BERMANFAAT! |